29.1 C
Banjarmasin
Selasa, Maret 26, 2024

Analisis Titrimetri Asidi Alkalimetri

Apoteker.Net – Salah satu analisis titrimetri yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri. Analisis titrimetri asidi alkalimetri adalah teknik analisis kimia yang menggunakan titrasi untuk menentukan konsentrasi asam atau basa dalam suatu sampel. Prosesnya melibatkan penambahan larutan standar (biasanya larutan NaOH) ke dalam sampel yang akan dianalisis, sampai tercapai titik ekuivalen (ketika jumlah asam atau basa dalam sampel seimbang dengan jumlah basa atau asam dalam larutan standar yang ditambahkan).

Biasanya, titik ekuivalen ditentukan dengan menggunakan indikator atau meter pH yang akan menunjukkan perubahan warna atau perubahan nilai pH saat titik ekuivalen tercapai. Setelah titik ekuivalen tercapai, konsentrasi asam atau basa dalam sampel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus kimia yang sesuai.

Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari.

Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).

Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:

  1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
  2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
  3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
  4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
  5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
  6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, J, 1994).

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, J, 1994).

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).

Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya (Day, 1981).

Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya (Day, 1981).

Campuran karbonat dan hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat ditetapkan dengan titrasi dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan jingga metil (Day, 1981).

Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai suatu basa dengan suatu asam kuat sebagai titran, dalam hal mana akan diperoleh dua patahan yang cukup nyata, yang berpadanan dengan reaksi:

CO32- + H3O+ HCO3 + H2O

CO3 + H3O+ H2CO3 + H2O

Sumber:
-Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
-Day, RA dan A.L Underwood, 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
-Keenan, Charles W. dkk., 1991, Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I, Erlangga, Jakarta.
-Tim Penyusun, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Depkes RI. Jakarta.
-Tim Penyusun, 1995. Farmakope Indonesia Ed.IVI. Depkes RI. Jakarta.

Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: