29.1 C
Banjarmasin
Senin, Maret 25, 2024

Pembuatan Preparat dan Pengecatannya

Apoteker.Net – Preparat adalah sampel biologi yang diolah dan dipersiapkan untuk dianalisis atau diperiksa dengan mikroskop. Preparat dibuat untuk memperlihatkan struktur atau fitur-fitur spesifik dari sampel yang diamati, sehingga dapat memberikan informasi yang berguna bagi peneliti atau dokter.

Pembuatan preparat dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis sampel yang akan diamati dan tujuan yang ingin dicapai. Beberapa langkah umum yang terlibat dalam pembuatan preparat meliputi:

  1. Pengumpulan sampel: Sampel biologi dikumpulkan dari alam atau dari laboratorium, tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
  2. Penyiapan sampel: Sampel biasanya harus disiapkan dengan cara yang sesuai untuk memperlihatkan struktur atau fitur-fitur yang diinginkan. Ini bisa meliputi pencucian, penyekatan, pemotongan, atau pemasakan sampel.
  3. Penyediaan media: Media yang sesuai harus disiapkan untuk mencelupkan atau menyimpan sampel. Ini bisa berupa cairan atau padatan yang sesuai untuk tujuan yang diinginkan.
  4. Pengecatan: Pengecatan adalah langkah penting dalam pembuatan preparat biologi, karena membantu menyoroti fitur atau struktur yang ingin ditampilkan. Pengecatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam warna atau solusi kimia yang tersedia.
  5. Pembuatan preparat: Setelah sampel disiapkan dan dicelupkan atau ditempatkan dalam media yang sesuai, preparat dapat dibuat dengan cara yang sesuai. Ini bisa meliputi penyekatan sampel pada slide mikroskop, pemotongan sampel menggunakan mesin potong, atau pembuatan preparat dengan teknik lain yang sesuai.
  6. Penyimpanan: Setelah preparat selesai dibuat, ia harus disimpan dengan cara yang sesuai untuk menjaga keaslian dan kebaikan preparat. Ini bisa meliputi penyimpanan dalam cairan yang sesuai atau pembekuan sampel untuk menjaga stabilitasnya.

Pembuatan preparat dan pengecatannya merupakan langkah penting dalam banyak aplikasi biologi, termasuk penelitian, diagnosa dan pengajaran. Preparat yang baik dan tepat dapat memberikan informasi yang berguna bagi peneliti atau dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau mempelajari struktur dan fungsi dari sel, jaringan, atau organisme. Pengecatan yang tepat dapat membantu menyoroti fitur atau struktur yang diinginkan, sehingga dapat memudahkan pengamatan dan interpretasi preparat.

Namun, pembuatan preparat dan pengecatannya juga memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang cukup, karena kesalahan dapat menghasilkan preparat yang tidak akurat atau tidak berguna. Oleh karena itu, peneliti atau dokter harus memastikan bahwa mereka memahami cara yang tepat untuk mengumpulkan, menyiapkan, dan mengecat sampel, serta menggunakan peralatan yang tepat untuk menciptakan preparat yang berkualitas tinggi.

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, di mana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jaweta, 1986; Dwidjoseputro, 1994; Assani, 1994).

Tujuan Pewarnaan

Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar & Chan, 1986; Volk & Wheeler, 1993; Lim, 1998).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna, subtrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pewarnaan gram pertama kali mulai dikembangkan pada tahun 1884 oleh ahli histologi yaitu Cristian Gram (Cappuccino & Sherman, 1983).

Contoh bakteri yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus Nocardia. Bakteri-bakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Garm (Ratna, 1993; Dwidjoseputro, 1994).

Umumnya, pembuatan dan pengecatan preparat ini pada tingkat kampus/praktek mikrobiologi bertujuan untuk bisa melakukan pembuatan preparat dari bahan yang berasal dari penderita baik itu dengan media cair dan media padat. Dapat melakukan pengecatan bakteri khususnya dapat membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Mikroorganisme merupakan populasi makhluk hidup di alam yang jumlahnya sangat besar namun, semua mikroorganisme mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, sama halnya dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air. Pengecatan dan pewarnaan merupakan salah satu cara untuk mengamati sel-sel bakteri (Sutedjo, 1991).

Bakteri-bakteri dari genus Mycobacterium dan spesies tertentu dari genus Nocardia mengandung sejumlah besar zat lipoidal (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel baktei tersebut tidak terwarnai oleh pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram. Kelompok bakteri tahan asam ini juga dapat hidup sebagai flora normal pada usus ternak unggas, dengan demikian sumber tersebut memudahkan dalam upaya mendapatkan isolat bekteri yang tahan asam (Cappuccino & Sherman, 1983)

Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).

Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri (Sutedjo, 1991).

Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl, SO4, CH3COO, COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Sel–sel bakteri mempunyai muatan yang agak negatif bila pH lingkungannya mendekati netral. Muatan negatif dari sel bakteri akan bergabung dengan muatan positif dari ion zat warna misalnya methylen blue, sehingga selnya akan berwarna. Perbedaan muatan inilah yang menyebabkan adanya ikatan atau gabungan antara zat warna dan sel bakteri (Schegel, 1993).

Sebagian besar dari genus anaerobik Clostridium dan Desulfotomaculum dan genus aerobik Bacillus adalah contoh-contoh organisme yang mempunyai kapasitas untuk pertahanan, salah satunya adalah sel vegetatif yang aktif secara metabolik, tipe-tipe sel inaktif secara metabolik disebut spora. Kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk keberlangsungan aktivitas sel vegetatif, biasanya pada saat kurangnya sumber nutrisi karbon, sel ini mempunyai kapasitas untuk mengalami sporogenesis dan memberikan reaksi untuk pembentukan struktur intraseluler baru (endospora) yang dilindungi oleh lapisan yang tidak dapat ditembus air (tahan penetrasi) dikenal sebagai jaket spora (spore coats) (Cappuccino & Sherman, 1983)

Kondisi yang terus memburuk membuta endospora dibebaskan dari degenerasi sel vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang diakibatkan komposisi lapisan kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek merusak, misalnya pemanasan berkelebihan, pembekuan, radiasi, pengeringan, dan agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan khusus secara mikrobiologi dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali untuk aktif secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi. Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya mekanisme yang menjamin ketahanan sel di bawah kondisi lingkungan (Suriawiria, 2005).

Sumber:
Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Cappuccino, J. G. & Natalie. S. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara, Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.
Jaweta, E. 1986. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. EGC, Jakarta.
Lim,D. 1998. Microbiology, 2nd Edition. McGrow-hill book, New york.
Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.
Ratna, S. H. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek , Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Schegel, G.H. 1993. General Microbiologi seventh edition. Cambrige University Press, USA.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.
Sutedjo, M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: