29.1 C
Banjarmasin
Selasa, Maret 26, 2024

Uji Kepekaan Kuman

Apoteker.Net – Uji kepekaan kuman adalah tes yang digunakan untuk menentukan apakah sebuah obat atau antibiotik efektif dalam mengendalikan pertumbuhan kuman atau bakteri. Uji ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah sebuah kuman atau bakteri resisten terhadap suatu obat atau antibiotik.

Uji kepekaan kuman dilakukan dengan menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu koloni bakteri yang telah dipelihara pada media yang diberi obat atau antibiotik tertentu. Selanjutnya, koloni tersebut dibiarkan tumbuh selama beberapa hari untuk menentukan apakah obat atau antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan kuman atau bakteri.

Uji kepekaan kuman juga dapat dilakukan dengan menggunakan tes dilusi, di mana sejumlah kecil obat atau antibiotik ditambahkan ke dalam media yang telah diberi kuman atau bakteri tertentu. Kemudian, kuman atau bakteri tersebut dibiarkan tumbuh selama beberapa hari untuk menentukan apakah obat atau antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan kuman atau bakteri.

Hasil uji kepekaan kuman akan diberikan dalam bentuk laporan yang menunjukkan apakah suatu obat atau antibiotik efektif dalam mengendalikan pertumbuhan kuman atau bakteri tertentu, serta pada tingkat konsentrasi apa obat atau antibiotik tersebut efektif. Informasi ini sangat penting dalam menentukan pilihan terbaik untuk pengobatan infeksi bakteri.

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah streptomycin® vial injeksi, Tetrasiklin® kapsul, Kanamicin® kapsul, Erytromicin® kapsul, Colistin® tablet, Cefadroxil® tablet dan Rifampisin® kapsul (Djide, 2003).

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensis infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995).

Pada tahun-tahun terakhir ini bakteri resisten telah memberi kenaikan terhadap letusan infeksi yang serius dengan banyak kematian. Hal ini telah membawa para ahli kepada suatu kebutuhan program Survei lance Nasional dan Internasional. Program ini nantinya digunakan untuk memonitor resistensi antibiotika terhadap Enterobacteriaceae dengan cara tes sensitivitas dengan menggunakan suatu metode yang dapat dipercaya yang akan menghasilkan data yang dapat dibandingkan (Dirjen POM, 2000).

Jika di kampus melaksanakan praktikum tentang uji kepekaan kuman, tujuannya adalah  agar praktikan mampu melakukan uji sensitivitas mikrobia terhadap kadar antibiotik dan menentukan uji resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang diujikan. Antibiotik merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh, akan tetapi dalam praktek sehari-hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Ganiswarna, 1995).

Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr. Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003).

Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya, penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika (Tjay, 2003).

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Umumnya toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut, ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang namun dapat merusak parasit (Tjay, 2003).

Aktivitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor biotik (makhluk hidup dan mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan sintropisme) dan abiotik (temperatur, kelembaban, pH, radiasi, penghancuran secara mekanik) (Dwidjoseputro, 1994).

Syarat Antibiotika Ideal

Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
  2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
  3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
  4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.
    (Jawelz, 1995)

*Sumber
-Dirjen POM, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Dep.Kes RI, Jakarta.
-Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.
-Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
-Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
-ISFI, 2006. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 41. PT. Anem Kosong Anem, Jakarta
-Jawelz, M. A. 1995. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20. EGC, Jakarta.
-Tjay, T. H. 2003. Obat-Obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: