29.1 C
Banjarmasin
Selasa, Maret 26, 2024

Mengenal dan Mewaspadai HIV dan AIDS

Jauhi Penyakitnya; Bukan Orangnya

Apoteker.NetHIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yang merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh yang signifikan, sehingga seseorang yang terinfeksi HIV akan lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lain.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome, yang merupakan kondisi yang terjadi pada seseorang yang terinfeksi HIV dan memiliki tingkat kekebalan tubuh yang sangat rendah. Orang yang mengalami AIDS akan lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lain yang bisa menyebabkan kematian.

Asal-Muasal HIV

Asal-muasal HIV masih terus diteliti oleh para ahli. Namun, terdapat beberapa teori yang menjelaskan asal-muasal HIV. Salah satu teori yang paling umum diyakini adalah bahwa HIV berasal dari virus Simian Immunodeficiency Virus (SIV) yang terdapat pada monyet di Afrika. Teori ini didukung oleh fakta bahwa HIV dan SIV memiliki struktur genetik yang sangat mirip.

Menurut teori ini, HIV muncul ketika virus SIV yang terdapat pada monyet di Afrika terinfeksi ke manusia melalui konsumsi daging monyet yang terkontaminasi atau melalui hubungan seksual dengan monyet. Setelah terinfeksi ke manusia, virus HIV kemudian mengalami mutasi dan menjadi lebih patogen bagi manusia.

Namun, teori ini masih terus diteliti dan belum dapat dibuktikan secara pasti. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui asal-muasal HIV dengan lebih pasti.

Bagaimana Penularan HIV?

HIV dapat menyebar melalui beberapa cara, di antaranya:

  1. Hubungan seksual tanpa pengaman dengan berganti-ganti pasangan: HIV dapat menyebar melalui cairan tubuh seperti darah, sperma, sekresi vagina, dan ASI. Oleh karena itu, orang yang melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (misalnya menggunakan kondom) berisiko tinggi terinfeksi HIV.
  2. Menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi: HIV dapat menyebar melalui darah yang terkontaminasi. Jika seseorang menggunakan jarum suntik yang sudah digunakan orang lain atau tidak steril, maka ia berisiko terinfeksi HIV.
  3. Dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui: HIV dapat menyebar dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Oleh karena itu, ibu yang terinfeksi HIV harus mendapat terapi antiretroviral agar risiko penularan HIV ke bayi dapat diminimalisir.

HIV juga dapat menyebar melalui transfusi darah yang terkontaminasi, namun risiko ini sangat kecil di negara-negara dengan sistem transfusi darah yang baik. HIV tidak dapat menyebar melalui kontak sosial seperti berjabat tangan, berbagi makanan atau minuman, atau menggunakan toilet yang sama dengan orang yang terinfeksi HIV.

Apa Gejala HIV AIDS?

Gejala HIV biasanya tidak terlihat selama beberapa tahun setelah seseorang terinfeksi. Namun, beberapa orang mungkin mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, ruam pada kulit, sakit tenggorokan, atau sakit perut pada beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejala ini biasanya tidak serius dan hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu.

Setelah beberapa tahun, seseorang yang terinfeksi HIV mungkin tidak mengalami gejala apa pun sampai terjadinya AIDS. Namun, ada juga orang yang terinfeksi HIV dan mengalami gejala selama bertahun-tahun sebelum terjadinya AIDS.

Gejala AIDS biasanya terjadi setelah sistem kekebalan tubuh seseorang sudah sangat lemah akibat infeksi HIV. Gejala-gejala yang mungkin terjadi pada orang dengan AIDS antara lain:

  • Berat badan yang sangat menurun tanpa sebab yang jelas
  • Demam yang terus-menerus
  • Batuk yang berkepanjangan
  • Diare yang berkepanjangan
  • Sesak napas
  • Bisul-bisul yang tak kunjung sembuh
  • Infeksi yang sering terjadi

Gejala-gejala ini mungkin terjadi karena sistem kekebalan tubuh seseorang sudah sangat lemah sehingga mudah terinfeksi oleh penyakit lain. Oleh karena itu, penting bagi orang yang terinfeksi HIV untuk segera mendapatkan perawatan dan terapi yang tepat untuk mencegah terjadinya AIDS.

Pengobatan HIV dan AIDS

Pengobatan HIV dan AIDS memerlukan terapi antiretroviral (ARV), yang merupakan obat-obatan yang dapat menekan replikasi virus HIV dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Terapi ARV dapat memperlambat atau bahkan menghentikan penyebaran virus HIV dan mencegah terjadinya AIDS. Namun, terapi ARV tidak dapat menyembuhkan HIV atau AIDS secara total.

Terapi ARV terdiri dari beberapa jenis obat yang harus dikonsumsi secara rutin sesuai anjuran dokter. Obat-obatan ini harus dikonsumsi setiap hari, bahkan ketika seseorang tidak merasa sakit atau tidak mengalami gejala apa pun. Hal ini penting untuk mencegah virus HIV berkembang dan menyebar ke seluruh tubuh.

Seseorang yang terinfeksi HIV harus segera mendapatkan terapi ARV setelah didiagnosis terinfeksi HIV. Pengobatan ini akan memperlambat atau bahkan menghentikan penyebaran virus HIV dan mencegah terjadinya AIDS. Namun, terapi ARV harus diteruskan seumur hidup untuk mencegah kekambuhan infeksi HIV.

Selain terapi ARV, seseorang yang terinfeksi HIV juga perlu mendapatkan perawatan dan dukungan sosial yang tepat untuk mengatasi masalah fisik dan emosional yang mungkin timbul akibat infeksi HIV. Perawatan ini bisa meliputi penanganan infeksi yang mungkin terjadi, perawatan kesehatan mental, dan dukungan sosial dari keluarga dan teman.

HIV dan AIDS di Indonesia

Di Indonesia, infeksi HIV dan AIDS masih merupakan masalah kesehatan yang signifikan. Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2020 adalah sekitar 300.000 orang. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu sekitar 280.000 orang pada tahun 2019.

Penyebaran HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seks tanpa pengaman dan penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi. Namun, penularan HIV juga terjadi melalui darah yang terkontaminasi dan dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.

Untuk menangani masalah HIV dan AIDS di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan program khusus, seperti Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS (PNPHA) dan Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan AIDS (PNPPA). Kebijakan dan program ini bertujuan untuk mencegah penyebaran HIV, memberikan layanan kesehatan yang tepat bagi orang yang terinfeksi HIV, serta memberikan dukungan sosial bagi orang yang terinfeksi HIV dan keluarganya.

Pencegahan HIV dan AIDS

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi HIV dan AIDS antara lain:

  1. Menggunakan alat kontrasepsi yang tepat selama berhubungan seks: Penggunaan kondom saat berhubungan seks dapat mencegah penularan HIV dan penyakit kelamin lain.
  2. Tidak menggunakan obat-obatan terlarang yang menggunakan jarum suntik: Menggunakan jarum suntik yang sudah digunakan orang lain atau tidak steril berisiko tinggi terinfeksi HIV.
  3. Menjalani tes HIV secara rutin: Tes HIV dapat dilakukan secara rutin untuk memastikan bahwa seseorang tidak terinfeksi HIV. Tes ini biasanya dilakukan dengan menggunakan sampel darah atau air liur.
  4. Mengikuti terapi antiretroviral (ARV) yang tepat: Orang yang terinfeksi HIV harus segera mendapatkan terapi ARV untuk mencegah penyebaran virus HIV dan mencegah terjadinya AIDS.
  5. Menghindari kontak darah dengan seseorang yang terinfeksi HIV: HIV dapat menyebar melalui darah yang terkontaminasi. Oleh karena itu, penting untuk menghindari kontak dengan darah seseorang yang terinfeksi HIV.
  6. Memastikan bayi yang baru lahir mendapat vaksinasi dan terapi antiretroviral yang tepat: Bayi yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus segera mendapatkan vaksinasi dan terapi antiretroviral untuk mencegah penularan HIV.
Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: